Rabu, 13 Januari 2016

Contoh Laporan Praktikum Kerja Lapangan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
Tidak ada yang meragukan, fakta fisik menunjukan wilayah pesisir dan lautan Indonesia dengan luas areal mencakup 5,8 juta km2 kaya dengan beragam sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam tersebut terbagi dua, adalah : pertama sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), seperti : sumberdaya perikanan (perikanan tangkap dan budidaya), mangrove dan terumbu karang, dan kedua sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui  (nonrenewable resources), seperti : minyak bumi, gas dan mineral dan bahan tambang lainnya. Selain menyediakan dua sumberdaya tersebut, wilayah pesisir Indonesia memiliki berbagai fungsi, seperti : transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, jasa lingkungan, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan permukiman dan tempat pembuangan limbah.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan oleh bangsa Indonesia telah dilakukan sejak berabad-abad lamanya, sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani. Sementara itu, kekayaan minyak bumi, gas alam dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia memiliki sebanyak 17.508 pulau (pulau   besar  dan  kecil) dengan kekayaan lautan yang luar biasa besar dan beragam. Salah satunya adalah pulau Madura, khususnya di Desa Beluk Raja yang memiliki banyak potensi perikanan yang bisa dikembangkan guna menopang perekonmian masyarakat. Maka sudah seharusnya pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan dikelola dengan baik dan optimal untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional dalam rangka mengatarkan bangsa ini menjadi makmur, adil dan sejahtera.  Bertitik tolak dari permasalahan tersebut kegiatan praktek kerja lapang (PKL) Universitas Wiraraja Sumenep ini difokuskan pada kajian identifikasi  potensi agroindustri kawasan pesisir.

1.2.        Tujuan PKL
Adapun tujuan pelaksanaan PKL ini adalah  sebagai berikut :
a1.    Untuk mengetahui potensi agroindustri yang ada di wilayah pesisir  tepatnya di Desa Beluk Raja.
b2.    Untuk mengetahui permasalahan utama yang dihadapi oleh para pelaku agroindustri petis yang ada di Desa Beluk Raja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroindustri
2.1.1. Pengertian Agroindustri

Agroindustri berasal dari dua kata, adalah agricultural dan industri  yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil komuditi pertanian sebagai baham baku utamanya. Definisi agroindustri dapat dijabarkan sebagai kegiatan industri yang memanfaatkan hasil komoditi pertanian sebagai bahan baku yang dapat diolah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta mempunyai manfaat lebih dari hasil komoditi pertanian sebelumnya. 

Agroindustri adalah adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, sehingga didalam perkembangannya berkaitan erat dengan sektor pertanian.  Agroindustri merupakan industrialisasi di bidang pertanian dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. (Soeharjo, 1991)

Agroindustri dapat berjalan secara berdampingan dengan proses pembangunan nasional berkelanjutan yang dapat memberikan dampak dan pencapaian pada pembangunan nasional, seperti masalah kemiskinan, kesempatan bekerja, pengangguran.  (Soekartawi, 2000)
Dari penjabaran diatas, dapat dikatakan agroindustri adalah sebuah revolusi dari pengolahan hasil pertanian dengan memberikan nilai tambah untuk menyukseskan pertanian.

2.1.2. Prinsip-prinsip Agroindustri Pengolahan
Wibowo (1997) mengemukakan perlunya pengembangan agroindustri di pedesaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar diantaranya:
a.      Memacu keunggulan kompetitif produk/komoditi serta komparatif setiap wilayah;
b.      Memacu peningkatan kemampuan suberdaya manusia dan menumbuhkan agroindustri yang sesuai dan mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan;
c.      Memperluas wilayah sentra-sentra agribisnis komoditas unggulan yang nantinya akan berfungsi sebagai penyandang bahan baku yang berkelanjutan;
d.      Memacu pertumbuhan agribisnis wilayah dengan menghadirkan subsistem-subsitem agribisnis;
e.      Menghadirkan berbagai sarana pendukung berkembangnya industri.
2.1.3. Tujuan Dan sasaran Agroindustri Pengolahan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan agroindustri perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat  perdesaan melalui upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing hasil pertanian. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri perdesaan diarahkan untuk:
a.    Mengembangkan klusterindustri, adalah industri pengolahan  yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya;
b.    Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang  didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar, dan
c.    Mengembangkan industri pengolahan yang  punya daya saing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri (www.litbang.deptan.go.id diakses tanggal 9 November 2009).
2.2. Kawasan Pesisir
Perairan pesisir adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Definisi wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi. Selain mempunyai potensi besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem perairan pesisir (Dahuri et al., 1996).

 Menurut Dahuri et al. (1996), hingga saat ini masih belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir mempunyai 7 dua macam batas (boundaries) adalah batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore). Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir ditetapkan dalam dua macam, adalah wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day management). 

Dari pengertian-pengertian di atas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran antara daratan dan lautan, hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dimana pada umumnya daerah yang berada di sekitar laut memiliki kontur yang relatif datar. Adanya kondisi seperti ini sangat mendukung bagi wilayah pesisir dijadikan daerah yang potensial dalam pengembangan wilayah keseluruhan. Hal ini menunjukan garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayalan yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di daerah pesisir yang landai dengan sungai besar, garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai. Sebaliknya di tempat yang berpantai curam dan langsung berbatasan dengan laut dalam, wilayah pesisirnya akan sempit. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 Tentang batasan wilayah pesisir, kearah daratan mencakup wilayah administrasi daratan dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan. 

Ekosistem wilayah pesisir dan lautan dipandang dari dimensi ekologis memiliki 4 fungsi/peran pokok bagi kehidupan umat manusia adalah (1) sebagai penyedia sumberdaya alam sebagaimana dinyatakan diatas, (2) penerima limbah, (3) penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan manusia (life support services), (4) penyedia jasa-jasa kenyamanan (amenity services) (Bengen, 2001). Karateristik pantai secara geomorfologi menurut Hantoro (2004) adalah Pantai curam singkapan batuan, pantai landai atau dataran, pantai dataran endapan lumpur, pantai dengan bukit atau paparan pasir, pantai lurus dan panjang dari pesisir datar, pantai dataran tebing karang, pantai erosi, Pantai akresi.  Karakteristik Ekosistem di perairan laut dangkal pada umumnya seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove pada dasarnya dilindungi seperti pada tertera di dalam UU No.32/2009 dan UU No. 5/1990.

Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan dimana terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas wilayah perencanaan lebih luas dari wilayah pengaturan. Dalam day-to-day management, pemerintah atau pihak pengelola memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan. Sementara itu, bila kewenangan semacam ini berada di luar batas wilayah pengaturan (regulation zone), maka akan menjadi tanggung jawab bersama antara instansi pengelola wilayah pesisir dalam regulation zone dengan instansi/lembaga yang mengelola daerah hulu atau laut lepas.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Diskripsi Wilayah
3.1.1. Keadaan Geografis
Berdasrkan keadaan geografis seluruh wilayah Desa Beluk Raja meliputi areal seluas 3.18 , berada pada ketinggian 20 meter dari permukaan air laut dan merupakan desa pantai. Yang terdiri dari dua jenis tanah adalah tanah sawah seluas 5,00 hektar dan tanah kering seluas 312,64 hektar..

Desa Beluk Raja terdiri dari 4 dusun, 6 RW dan 19 RT. Adapun batasan wilayah Desa Beluk Raja adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara        : Laut Jawa
- Sebelah selatan    : Desa Batu Belah Barat dan Sema’an
- Sebelah Timur       : Desa Slopeng
- Sebelah Barat        : Desa Beluk Kenik

3.1.2. Keadaan Pertanahan
Desa Beluk Raja memiliki luas tanah seluas 3,18  hal ini terdiri dari berbagai penggunaan tanah diantaranya: pemukiman dan pekarangan, pertanian dan tegal, kehutanan dan perkebunan, peternakan, bangunan umum,  jalan dan jalur hijau, kuburan dal lain-lain. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Penggunaan tanah Desa Beluk Raja Kecamatan Ambunten,
    Kabupaten Sumenep tahun 2015
    
            Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka 2014
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa penggunaan lahan tegal, perkeabunan, ladang dan huma mempunyai luas sebesar 215,78 ha. Hal ini menunnjukkan potensi pertanian lebih dominan dari yang lainnya. Maka usaha tani di Desa Beluk Raja bagus untuk dilakukan. Selain itu potensi perikanan juga memiliki potensi yang cukup besar untuk Desa Beluk Raja adalah sebagai penyedia bahan baku agroindustri petis.

3.1.3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk Desa Beluk Raja tercatat sebesar 2.918 jiwa pada tahun 2014, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.363 jiwa dan perempuan sebanyak 1.555 jiwa. Adapun komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Distribusi jumlah penduduk Desa Beluk Raja menurut jenis
    kelamin tahun 2015.
    
            Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka 2014

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Desa Beluk Raja adalah 2.918, dengan jumlah laki-laki 1.363 jiwa dan jumlah perempuan 1.555 jiwa. Hal ini merupakan potensi bagi perkembangan agroinustri petis yng umumnya didominasi oleh kaum perempuan. Dengan demkian, hal ini dapat meningkatkan pendapatan keluarga.

3.1.4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pedidikan
Tingkat pendidikan di Desa Beluk Raja masih terbilang sangat rendah.hal ini terlihat dari perbandingan antara penduduk yang belum tamat SD/sederajad dengan yang tamat SD/sederajad. Masih lebih besar yang belum tamat SD.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

tabel 3. Banyaknya penduduk menurut jenjang pendidikan yang
   ditamatkan tahun 2015
     
            Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka 2014

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Desa Beluk Raja masih rendah. Hal ini yang akan mempengaruhi terhadap kualitas sumber daya manusia dalam pengambilan keputusan maupun dalam perencanaan untuk menjalankan  usahanya. Keterampilan yang dimiliki hanya berdasarkan pengalaman, dimana keterampilan tersebut bila ditunjang dengan pendidikan yang memadai akan lebih tanggap denga datangnya tehnologi baru yang dapat meningkatkan usahanya.

3.1.5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk di Desa Beluk Raja sebagian besar menggantungkan hidupnya  pada sektor perikanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilhat dalam yabel di bawah ini:

Tabel 4. Distribusi jumlah penduduk Desa Beluk Raja Menurut Mata
Pencaharian Tahun 2015.
    
            Sumber : Kecamatan Ambunten Dalam Angka 2014

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pendduk yang bermata pencaharian perikanan lebih dominan. Dengan demkian dapat dismpulkan bahwa di Desa Beluk Raja Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep masih mengandalkan sektor perikanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Serta untuk memenuhi ketersediaan bahan baku lokal dari usaha agroindustri petis yang berkembang di Desa Beluk Raja tersebut.

3.2. Diskripsi Potensi Agroindustri
Kecamatan Ambunten terletak di pesisir utara pulau Madura, berbatasan dengan Kecamatan Pasongsongan dan Dasuk. Kecamatan Ambunten merupakan salah satu penghasil ikan tangkap dan pengolah ikan di Kabupaten Sumenep. Potensi perikanan tangkap sangat besar. Terdapat tiga daerah sentra perikanan, adalah di Desa Ambunten Tengah, Timur dan Desa Beluk Raja. Di Desa Beluk Raja Ada sebanyak 485 nelayan, serta 1 tempat pelelangan ikan (TPI). Pemasaran hasil pengolahan ikan tersebar hampir di berbagai wilayah pulau Madura. Dengan besarnya potensi perikanan, maka pengolahan ikan juga besar potensinya. 

Pengolahan ikan merupakan aktifitas yang sudah turun temurun dijalankan oleh masyarakat Desa Beluk Raja. Sistem pengolahan yang digunakan sampai saat ini mayoritas menggunakan cara lama seperti menggunakan bahan bakar kayu atau kompor gas, dengan sedikit perubahan peralatan yang digunakan. Salah satu hasil pengolahan ikan di Desa BelukRaja adalah petis.

Petis merupakan komoditi hasil pengolahan ikan yang cukup dikenal, terutama didalam masyarakat di Pulau Jawa, dan biasa digunakan lauk pauk atau campuran makanan rakyat yang khas.

Petis berasal dari cairan tubuh ikan yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian diuapkan melalui prose perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta.

Sarana dan prasarana di Desa Beluk Raja  masih sangat terbatas, baik dari segi infrastruktur, kapasitas maupun higienitas. Akses jalan menuju lokasi agroindustri lumayan lancar meskipun dibeberapa titik ada jalan-jalan yang berlubang dan perlu perbaikan namun hal itu tidak akan menjadi penghambat baik bagi konsumen yang hendak membeli maupun  kelancaran dari distribusi petis. Untuk peralatan usaha pemindang ikan yang sangat diperlukan adalah bangunan, Kompor gas, tungku pemasak, mobil, besek, garam. Kualitas air yang digunakan kurang higienis, selain itu perilaku pekerja dalam bekerja juga kurang higienis.  Pengusaha tidak bisa menjamin higienitas karena para pekerja atau karyawannya cukup enggan bekerja dengan higienis karena cukup repot. Untuk air perebusan misalnya, seharusnya diganti setiap 2 kali, namun pekerja enggan mengganti sehingga mereka seharian tidak mengganti air perebusan, hanya menambah. Kurag higienitas didalam pengolahan juga karena ada kondisi pasar penjualan yang kurang higiensi.

Teknologi yang digunakan terbilang masih sederhana. Mereka menggunakan bahan bakar kayu yang saat ini bisa diterima pekerja, sedangkan gas kurang diterima. Biaya produksi dari kayu lebih murah dari gas, namun nyala api yang besar disukai oleh pekerja. Saat ini bagi pelaku usaha petis belum ada teknologi kompor gas yang  sesuai, karena belum ada yang berhasil mencobanya, ada yang pernah menggunakan gas namun hasilnya tidak maksimal. Untuk pembungkus petis mereka menggunakan wadah plastic yang bervolume 0.3 kg.

Tenaga kerja yang digunakan bukankah tenaga kerja terampil, karena ketrampilan yang digunakan diperoleh secara turun temurun. Tenaga kerja ada yang membersihkan, memasak dan angkut, biasanya perempuan merupakan tenaga pembersihan dan memasak sedang laki-laki tenaga angkutan, jumlah tenaga kerja perempuan lebih banyak, salah satu pelaku agroindustri petis adalah Hj. Sulaiha. Dia memiliki 2 orang pekerja pemindang, 1 pemasak. Namun para pekerjanya dari keluarganya sendiri bukan tenaga kerja dari luar. Hal tersebut juga berlaku pada sema pelaku agroindustri petis yang ada di Desa Beluk Raja Kecamatan Ambunten. 

Keunggulan petis yang diproduksi oleh masyarakat Desa Beluk Raja adalah terletak pada kualitas rasa yang tidak bisa diproduksi oleh daerah lain, yang dikenal dengan sebutan petis pancetan. Hal ini dikarenakan petis masyarakat Desa Beluk Raja terbuat dari sari pati asli ikan layang yang dimasak sampai mengental dan tanpa penambahan bahan lain lagi. Buka hanya itu daya tahan petis pancetan ini bisa sampai setahun lebih tanpa bahan pengawet. Faktor itulah yang membuat petis pancetan harganya melambung dan juga sangat dikenal di masyarakat Sumenep.

3.3. Pembahasan
Pada dasarnya hasil tangkapan laut yang berupa ikan, udang dan lain sebagainya merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi mayarakat. Namun hasil tangkap laut tersebut biasanya cepat mengalam proses pembusukan oleh sebab itu pengawetan hasil angkap laut perlu dketahui oleh semua lapisan mayarakat.

Di Indonesia terdapat 9 jenis perlakuan yang bisa dilakukan oleh terhadap hasil tangkapan selain lansung dikonsmsi dalam keadaan segar. Perlakuan tersebut terdiri dari : pendinginan (chilling) baik dengan es, air dingin, air laut dingin atau dengan pendinginan mekanis, pembekuan (freezing), penggaraman (salting) termasuk pemindangan, pengalengan, pengasapan (smoking), pengemasan (packaging), dan pengeringan (drying). Pembuatan hasil olahan khusus misalnya bakso ikan, abon ikan dan segala masakan dari ikan dan hasil olahan sampingan misalnya petis, krupuk, tepung ikan, minyak ikan dan lain sebagainya. 

Produk petis merupakan hasil dari pengolahan sampingan dari hasil tangkapan laut khususnya ikan yang diolah dengan beberapa perlakuan adalah penggaraman (salting) yang berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan bakteri phatogen atau bakteri berbahaya sekaligus sebagai bahan pengawet. Pemanasan yang berfungsi untuk menghilangkan kadar air yang tidak dibutuhkan sehingga akan membentuk adonan seperti pasta. Pengemasan (packaging) merupakan proses ahir setelah itu produk petis siap untuk dipasarkan. 

Secara umum pengembangan industri pengolahan hasil laut (agroindustri) memiliki beberapan kelemahan  diantaranya:
1.     Harga bahan baku tinggi, terutama untuk bahan baku industri petis saat sedang tidak musim ikan.
2.     Bahan baku ikan tidak dapat disuplai secara kontinyu dengan volume yang tidak menentu, hal itu disebabkan oleh pengaruh musim yang tidak bisa diprediksi sebelumnya.
3.     Kualitas bahan baku tidak seragam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan perairannya. 

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan data-data pendukung diketahui bahwa Permasalahan yang dihadapi agroindustri petis di Desa Beluk Raja adalah Bahan Baku.

Keterbatasan suplai bahan baku dan penolong untuk industri pengolahan petis sering terjadi. Sehingga membuat para pelaku agroindustri petis seringkali tidak berproduksi dan membuat konsumen yang ingin membeli harus menunggu lama untuk bisa mendapatkan petis pancetan tersebut. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan dalam agroindustri petis bersifat musiman. Namun para pelaku agroindustri petis enggan untuk melakukan pengadaan bahan baku dari daerah lain karena biayanya lebih mahal dan juga kualitas rasa dari ikan layang yang dihasilkan di perairan Beluk Raja lebih enak dari pada yang dihasilkan di daerah lain. Tentunya akan berakibat pada kualitas produk petis yang akan dihasilkan dan juga penghasilan yang akan mereka terima nanntinya. Maka dari itu para pelaku agoindustri petis di Desa Beluk Raja lebih memilih untuk tidak berproduksi saat sedang tidak lagi musim ikan.

Sedangkan musim tangkap ikan layang hanya selama tiga bulan selama setahun adalah terjadi pada bulan juli sampai September. Pada saat musim ikan layang hasil tangkapan nelayan sangat melimpah sehingga menyebabbkan harga ikan layang murah. Harganya bisa mencapai Rp. 20.000 per basket (volume 14kg-15kg). Keadaan inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku agroindustri petis untuk meraup keuntungan banyak. Dengan harga bahan baku yang hanya Rp. 20.000 per basket, bisa memperoleh omset sampai Rp. 110.000 per 30kg ikan layang. 

Menurut pendapat beberapa pelaku agroindustri petis, mengatakan bahwa harga bahan baku yang layak untuk dijadikan petis adalah dengan harga kurang dari Rp. 200.000,- per basket. Jika harganya diatas Rp. 200.000,- per basket maka para pelaku agroindustri petis tersebut memilih untuk tidak berproduksi,  melainkan hanya dipindang dan dijual ikannya saja, sedangkan untuk airnya dibuang. Jika tetap dilakukan pengolahan menjadi petis tentu akan rugi sebab biaya yang dikeluarkan membengkak.

Ikan layang yang dijadikan sebagai bahan baku petis di Desa Beluk Raja memiliki kualitas dan rasa yang berbeda dengan ikan layang dari daerah lain khususnya di Kecamatan Ambunten. Hal ini disebabkan oleh spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungannya, yang berdampak pada kandungan protein dan mineral daging ikan layang di Desa Beluk Raja relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktuasi. Sehingga menjadikan ikan layang di daerah pesisir Beluk Raja mempunyai kualitas yang baik serta rasa yang enak. 

Ditambah lagi pada proses pembuatan petis berbahan baku ikan layang ini tidak ditambahkan campuran bahan lain lagi dalam proses pembuatannya, murni dari cairan ikan layang yang di pindang tadi. Berbeda dengan produk olahan petis yang dihasilkan di daerah lainnya khususnya di Kecamatan Ambunten, yang berbahan baku ikan tongkol. Dimana ada pemberian gula dalam proses pembuatan petis yang dapat mempengaruhi kandungan protein, aktivitas air dan jumlah mikroba. Selama proses pengolahan tersebut petis dapat mengalami kerusakan protein karena adanya reaksi antar protein dan gula preduksi. Semakin banyak jumlah gula yang ditambahkan, kadar protein  pada petis ikan tongkol akan menurun (SNI 01-2346-2006). Hal itulah yang menyebabkan petis yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Beluk Raja mempunyai kualitas yang baik dengan kadar protein yang cukup tinggi yang membuatnya menjadi petis yang istimewa dan bernilai jual tinggi.

Sebagai dampak dari keterbatasan bahan baku ikan layang yang sifatnya musiman, akibatnya jangkauan pemasaran petis ikan tersebut terbatas, hanya memenuhi pesanan dari para pelanggan seperti biasanya.
BAB III
PENUTUP

3.1.        Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.    Agroindustri yang berpotensi untuk dikembangkan di Desa Beluk Raja adalah agroindustri petis. Petis yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Beluk Raja memiliki ciri khas tersendiri adalah cita rasa yang enak yang tidak ditemukan pada produk petis daerah lain sehingga akan mempermudah proses pengembangan nantinya.
2.    Ada beberapa kendala yang dialami oleh para pelaku agroindistri petis yang ada di Desa Beluk Raja adalah terkendala di dalam pengadaan bahan baku karena sifatnya yang musiman dan dampaknya pada  pemasaran.

3.2.        Saran
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, maka saran yang dapat diberikan demi kemajuan usaha agroindustri petis di Desa Beluk Raja adalah jika para pelaku agroindustri petis memiliki modal, hendaknya pada saat musim ikan (sebagai bahan baku), maka diharapkan untuk memproduksi petis dalam jumlah besar untuk dijual disaat bukan musim ikan.
DAFTAR PUSTAKA

Danitasari, S. M. 2010. Karakterisasi Petis Ikan dari Limbah Cair Hasil
Perebusan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Fattah, M.A. 1986. Pengaruh Proses dan Bahan yang Digunakan
Terhadap Mutu Petis Udang Jawa Timur Berdasarkan Nilai Gizi
yang Dikandungnya. Pusbinlat Industri. Bogor. Diakses tanggal 26
Mei 2015

Muhammad,2012. Defenisi  Agroindustri,

Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2012    Vol. 1 No.1 Hal :
9-16 ISSN 2302-6308. Diakses tanggal 26 Mei 2015.

Sakti, Arrs. 2009. Ikan. http://smartsains.google.com/2008/06/anatomi         danbiologi-ikan.html. Diakses tanggal 29 Mei 2015.

Sari, dkk .2015. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.381-389,
April 2015.diakses tanggal 10 Juni 2015.

Suprapti, L. 2001. Teknologi Tepat Guna Membuat Petis. Kanisius.
Jakarta

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels